Karena Noda Datang Setiap Hari...



Banyak sekali hikmah disepanjang perjalanan hidup kita, bahkan bila kita cerdas mengamati, setiap detik langkah hidup ini ada saja pelajaran yang mencerdaskan kita dalam memaknai hidup. Inilah yang saya dan beberapa sahabat menyebutnya dengan istilah “belajar di universitas kehidupan”.

Saya menemukan beberapa hikmah ketika melakukan aksi “bersih-bersih” rumah baru. Ya, kala itu kami pindah rumah (maklumlah anak kost, tiap tahun pindah rumah #hehe). Tentulah rumah baru yang akan dihuni, perlu dibersihkan agar penghuni merasa nyaman tinggal di rumah itu. Ketika itu, sahabat saya tengah sibuk mengepel seluruh ruangan. Sebenarnya, mengepel lantai menjadi tugas saya, tapi karena dia melihat saya sudah terkapar kehabisan tenaga, dia dengan ikhlas mengambil alih tugas saya. #baik ya.. ini baru namanya ukhuwah :D. 

Dari kamar, saya mendengar dia mengeluh, “Nodanya gak bisa ilaaang... ”.

“Ya iyalah neng gak ilang, noda di lantai itu udah lama gak dibersihin, jadinya susah...” saya mencoba menjawab. 

“Jadi gimana donk? Ini udah di pel dua kali lho... udah disiram pake air berkali-kali, udah disikat, tapi gak ilang juga...”jawabnya lagi dengan nada hampir pasrah.

Mau sebanyak apapun disiram, mau sekuat apapun disikat gak bakalan hilang, karena noda-noda itu sudah lama melekat di keramik lantai dan lantainya sudah lama tidak dibersihkan sementara noda-noda itu semakin hari semakin banyak sehingga menjadi pekat, pikir saya.

“Ya udah ntar gue yang ngepel pake sabun pembersih lantai” sahut saya menambahkan sambil bangun dari tempat tidur melihat hasil jerih payahnya membersihkan lantai ruang tamu. Terlihat bersih dan beraroma wangi, namun bila diamati masih ada noda-noda hitam di beberapa sudut lantai. Keberadaannya di lantai membuat hati sahabat saya masih belum tenang, seolah noda itu menghantuinya. #haha.

“Sepertinya kita perlu buat piket lagi deh kayak di Pondok An-nahl dulu... Nyapu dan ngepel tiap hari biar lantai rumah tetap bersih” tambah sahabat saya.

Saya setuju saja karena itu memang solusi tepat untuk menjaga kebersihan rumah, jika setiap hari dibersihkan noda-nodanya gak akan mengusik lagi.. :D

Saya membersihkan lantai dengan sabun pembersih lantai yang baru saja saya beli di minimarket terdekat. Pelan-pelan saya teteskan ke lantai dan saya mulai mengepel seluruh area ruang tamu. Alhamdulillah, noda-noda yang mengusik itu menghilang dan akhirnya lantai menjadi bersih.

Saya berfikir, mencoba menganalogikan lantai dengan noda-noda hitam itu sebagai hati. Begini ya susahnya membersihkan hati yang dipenuhi noda-noda dosa... Tidak cukup satu dua macam ibadah untuk menghilangkannya. Konon lagi bila tidak beribadah sama sekali.. Dosa-dosa itu akan semakin melekat dan mengotori seluruh ruang di hati, jadilah hati menjadi mati. Maka hati yang mati itu tidaklah mendapat cahaya hidayah dari Allah. Astaghfirullah :(

Lalu bagaimana caranya agar hati ini menjadi bersih? Ya, hampir sama dengan cara membersihkan lantai ini (eh, bukan pake sabun pembersih lantai lho! #hehe). Dengan terus-menerus membersihkan hati di setiap hari dengan memperbanyak ibadah. Semakin banyak salah dan dosa yang diperbuat, semestinya lebih banyak ibadah dan perbuatan baik yang dilakukan untuk membuat hati menjadi bersih. Karena kata Rasulullah SAW, "ingatlah sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh tubuhnya dan apabila ia buruk maka buruklah seluruh tubuhnya.ingatlah ia adalah hati." (HR. Bukhari dan Muslim).

Maka, mari membersihkan hati setiap hari karena noda datang setiap hari.. :D

Read More

Keping Kisah di 2013





Bertemankan suara-suara kembang api dan meriam bambu yang mengusik, saya mencoba untuk melakukan hal yang lebih bermanfaat dari sekedar membakar uang untuk membeli kembang api atau berkerumun di tengah keramaian orang yang menghabiskan malam demi merayakan pergantian tahun.

Adalah hal yang tidak menjadi “ritual tiap tahun” dalam keluarga kami merayakan pergantian tahun. Ayah saya pernah berpesan bahwa itu adalah hal yang merugi dan tidak ada manfaatnya sama sekali. Dalam islam tak ada pembenaran merayakan pergantian tahun. 

Saya mencoba mencari aktivitas lain yang lebih berkualitas dan alhamdulillah sahabatku yang jauh di Kandis sana bersedia menemaniku untuk menulis malam ini. Tulisan yang bagus nantinya akan kami muat di blog yang kami kelola bersama. Kami berdua meski terpisah oleh jarak yang cukup jauh mencoba menyatukan hati dalam tulisan dan menghadirkan semangat yang akhir-akhir ini sedang pergi entah kemana. Duh semangat, kemanakah engkau pergi? Ia nyaris hilang. Bukan sekali dua kali merasakan hal ini. Di akhir tahun 2012 dulu sempat kehilangan semangat ketika harapan untuk wisuda di awal tahun 2013 pupus karena beberapa hal yang tak dapat dielakkan. Ketika itu posisi skripsi sudah berpindah ke tangan dosen pendamping II (yang selanjutnya disebut doping). Tapi mungkin Allah berkehendak lain. Mimpi wisuda bareng dengan trio UM belum bisa terwujud.

Awal tahun 2013 saya berusaha menghadirkan semangat kembali untuk terus mengejar mimpi wisuda bulan Mei. Alhamdulillah di Universitas Sumatera Utara masih berlaku wisuda 4 periode setiap tahunnya. Di awal bulan Januari saya berusaha untuk tetap eksis di depan pintu departemen kesehatan lingkungan demi menanti doping tercinta. Hampir tiap hari dari pagi sampai sore. Saat itu memang wajib menghadirkan hati yang sabar dan semangat yang membara karena semua orang tahu bahwa menunggu tanpa kejelasan itu adalah hal yang tidak menyenangkan. Hampir-hampir saya hafal siapa saja dosen yang ada dalam ruangan di setiap harinya, siapa saja mahasiswa yang menunggu dosen di jam-jam tertentu, dan tahu jam berapa ibu-ibu Cleaning Service membersihkan ruangan dosen di pagi dan sore hari, bahkan tak jarang ibu CS menemaniku berbincang sembari menunggu dosen. Sambil tersenyum si ibu berkata “nunggu lagi dek??” Aku pun tersenyum “Iya bu, satu harian belum ketemu”. Duh, seolah menunggu kekasih, tak tenang hati rasanya bila tak bertemu barang sehari. #haha.

Aktivitas ini kulakoni hampir setiap hari, terkadang dibarengi dengan aktivitas lainnya seperti tilawah atau mengisi mentoring di sela-sela penantianku. Namun kadang, mentoring itu bertabrakan jadwalnya dengan jadwal “ngedate” bareng dosen yang akhirnya harus diganti dengan pementor lain. Maaf ya adik-adik :(. Bahkan pernah saya kena marah dosen gara-gara lupa datang setelah janji ketemuan jam 3 sore di kampus. Ketika itu saya sedang sibuk mengikuti sebuah acara memperingati Hari Menutup Aurat yang diadakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Islam Ad-dakwah USU. Duh, bakalan kena marah nih. Karena pasalnya sang dosen mencari-cari saya di kampus. Tapi, alhamdulillah Allah masih sayang pada saya. Keesokan harinya sang dosen lupa dengan perkara kemarin. Alhamdulillah, bisikku.

Suka duka membuat skripsi itu sudah saya hadapi sekitar 8 bulan lebih. Di pertengahan 2012 sampai bulan ke empat tahun 2013. Banyak sukanya terlebih lagi dukanya. #hehe. Pernah suatu ketika dipertengahan bulan Maret, selama seminggu saya gak datang ke kampus dan benar-benar tidak menyentuh skripsi sedikitpun. Ada perasaan kesal, kecewa plus sakit hati #eaaa. Mungkin dikarenakan kesabaran yang kurang plus mental yang belum kuat menerima kata-kata yang kurang berkenan dari sang dosen. Sepulang dari konsul itu saya langsung pulang ke kost dan mengunci pintu kamar dari dalam, mematikan lampu kamar. Mengurung diri. Ingin sendiri. Mencoba berdamai dengan hati. Tapi tetap saja hati ini belum mau berdamai. Teman-teman satu kost khawatir dengan keadaan saya. Padahal saya sedang tidak ingin bicara. Hanya ingin sendiri. Tapi itulah ukhuwah. Salah seorang dari akhwat-akhwat itu mencoba mendobrak pintu kamar. Dan alhasil pintu itu terbuka. #tangguh bener ni akhwat. Haha. 

Semenjak itu seminggu lebih saya ingin menghilang dari peredaran kampus, saya mencoba mencari semangat di kegiatan yang lebih bermanfaat. Sungguh, kala itu Allah masih saja menyayangi saya. Dalam kondisi down seperti itu bisa saja saya melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat. Tapi, Allah malah menuntun langkah saya untuk hadir di Gladi Resik FSLDKD Sumut yang tahun ini diadakan di Universitas Sumatera Utara. Bertemu dengan wajah-wajah saudara seiman sedikit menyembuhkan luka di hati. Apalagi diberi amanah untuk menghandle keberlangsungan acara, suatu hal yang menggembirakan. Saya pun sempat dikerjain oleh “rekan kerja” karena saya (menurut mereka, padahal gak lho) sangat cerewet. #hmm. Yang kemudian disogok dengan segelas es jagung sebagai permintaan maaf. #gak modal hehe. Sedikit demi sediki hati saya mulai bisa berdamai. Toh, di sini benar-benar sibuk (atau mungkin sok sibuk. #hehe) sehingga saya benar-benar melupakan kejadian itu.

Seusai acara itu, saya benar-benar sudah menghimpun semangat-semangat dalam hati saya dan kembali menghadap dosen untuk kelanjutan masa depan skripsi saya. Lagi-lagi, Allah menunjukkan kasih sayangNya. Tanpa banyak kata, dosen langsung berkata “Rahmi, kamu maju minggu depan”. Alhamdulillah Ya Allah. Sidang skripsi yang saya tunggu-tunggu dalam penantian panjang akhirnya di depan mata. Tepat tanggal 6 April saya sidang skripsi dan alhamdulillah ketika itu belum diberlakukan sidang tertutup sehingga sahabat-sahabatku boleh berhadir di ruangan. Kehadiran mereka sungguh menambah semangat bagiku yang tadinya H2C alias harap-harap cemas. Dan tentunya doa dari ibunda, serta teman-teman yang sempat ngsms sebelum sidang berlangsung sungguh berarti.

Di akhir bulan Mei tepatnya tanggal 29 Mei saya bisa wisuda bersama ratusan atau mungkin hampir menyentuh angka ribuan wisudawan di Auditorium USU. Sesekali kupandangi ibunda dan abang yang duduk tidak jauh dari tempat duduk saya, seolah ingin berteriak “Akhirnya saya wisuda”. Kebahagiaan semakin lengkap dengan terwujudnya impian bisa foto di papan bunga UAD. Bila beberapa tahun yang lalu di setiap moment-moment wisuda saya dan sahabat baik saya menyusun nama-nama wisudawan yang ingin berfoto di papan bunga UAD atau sesekali berfoto dengan para senior yang wisuda kala itu bahkan sempat pula berfoto sambil memanjatkan doa ketika milad yang ke 22 di tahun 2012 lalu. Saya dan trio UM pernah berfoto bertiga di depan papan bunga UAD sembari berdoa “Ya Allah kalau tahun ini kami berfoto karena milad maka izinkanlah tahun depan kami berfoto di sini karena wisuda. Amiin.” Hari ini, doa itu diwujudkan oleh Allah yang Maha Pengabul Doa, saya dan sahabat saya yang berdiri tegak dan menatap tukang foto yang berderet mengabadikan moment bahagia ini #edisiseharijadiartis. hehe.

Studi yang sudah dijalani sejak tahun 2008 akhirnya rampung sudah. Begitu banyak hikmah yang Allah berikan dalam keping-keping perjalanan hidup saya selama menuntut ilmu di kota Medan ini. Bukan hanya sekedar kuliah, tapi banyak kejutan-kejutan yang Allah siapkan untuk saya selama merantau di sini. In Sya’a Allah bila Allah memberi waktu, saya ingin bercerita mozaik hidup selama di Medan. 


Saya berpikir bahwa ketika studi ini telah berakhir maka perpisahan pun akan tiba. Yah, berpisah dengan kota hijrahku ini, berpisah dengan sahabat-sahabatku. Karena dimensi waktu sudah berbeda. Kami harus melanjutkan kehidupan masing-masing, mencoba mencari arti kehidupan yang sesungguhnya. Bukankah bila ada pertemuan pasti ada perpisahan? Tak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri. Ke depan, Allah lah yang menentukan. Di bumi Allah mana saya akan ditempatkan. Sebagus apapun saya mencoba merancang untuk tetap tinggal di kota Medan tapi Allah lah yang berkehendak. 

Diawal Bulan Juni saya memutuskan untuk pulang ke nias dulu, sambil menunggu ijazah keluar. 3 bulan kemudian tepatnya di awal September saya kembali ke Medan untuk mengurus pengambilan ijazah. Kerinduan berkumpul kembali dengan sahabat di kota hijrah saya ini terobati. Saling bertanya ke depannya ada rencana apa? Pertanyaan yang akhirnya dijawab dengan jawaban “Mungkin nikah dulu” jawab kami mencandai adik-adik di kampus yang bertanya. #haha.

Di pertengahan November saya harus kembali ke Nias untuk memenuhi permintaan ibunda mengikuti tes CPNS yang tak pernah ada di hati saya. Tapi, demi membahagiakan Ibunda maka saya mengikuti kemauan beliau. Setelah usai tes CPNS saya untuk kedua kalinya kembali ke Medan karena ada panggilan kerja dari Azzakiyah Islamic Schooling sebagai staf IT dan multimedia. Sebenarnya bergabung di sekolah ini merupakan hal yang saya impikan. Ingin sekali bekerja di lingkungan yang penuh kedisiplinan dan menjunjung akhlak. Dan saya mendapatkannya di sini. Saya juga menyukai pekerjaan di sini karena selain pekerjaannya menuntut harus selalu online dan up date di jejaring sosial (ini gue banget deh) juga di sini saya belajar menjadi seorang psikolog anak (beneran gak bohong). Namun, lagi-lagi Allahlah yang berkehendak. Sekuat apapun saya berupaya namun luluh juga. Saya harus pulang ke Nias. Saya berpikir berulang kali dan juga sempat istikharah, hati saya tak tenang bila harus bekerja di Medan semetara ibu saya belum benar-benar ridho. Akhirnya setelah didera kegalauan yang cukup panjang, saya memutuskan kembali ke Nias di awal bulan Desember.

Sisa waktu di penghujung November, saya isi dengan bersilaturrahim dengan sahabat-sahabat di Medan, adik-adik di kampus, sesekali mengisi acara yang diadakan di fakultas dan menjumpai Murabbiyah yang sudah lama saya tak pernah bersua dengannya. Saya juga menyempatkan diri untuk hadir di Walimahan kak Dina MS di Rantau Prapat. Berbekal tiket kereta api, saya dan tiga orang teman berangkat menuju Rantau Prapat. Ini kali kedua naik kereta api setelah naik kereta api pertama kali dulu di Jakarta. Jadi agak sedikit ndeso. Kok gak ada selt bealtnya?? Hehehe (#edisindeso). Yang lebih ndeso lagi adik-adik yang duduk di depan kami. “Kak sayang ya kita berangkat malam, coba berangkat siang kan bisa da..da..da..da..” sambil melambaikan tangannya ke jendela. #ada yang lebih ndeso ternyata. Hehe. Naik kereta api ternyata lebih menyenangkan dan ketagihan! Jadi pengen naik kereta api dari Jakarta ke Jogja yang katanya 8 jam perjalanan. Kan seru.. hehe. Oh ya, Alhamdulillah di Ranto bisa bertemu lagi dengan sahabat baikku. Meskipun sama-sama menyimpan rindu tapi pas ketemu kok jadi norak ya? #hehe.

Di akhir waktu saya di Medan, sehari sebelum terbang ke Nias saya menyempatkan diri bertemu dengan Murabbiyah saya dulu. Saya tak ingat lagi kapan kami terakhir bertemu (saking lamanya). Sungguh, saya sangat merindukan beliau. Di pagi yang basah, saya menemuinya di tempat kerjanya dan berharap ini bukan kali terakhir pertemuan kami. Dari balik pintu, beliau melambaikan tangannya dan tentu saja senyumnya tetap saja menghangatkan. Belum lagi saya berkata-kata, beliau sudah tahu apa yang sedang berkecamuk di dalam pikiran saya. Perjumpaan yang hanya sepersekian menit itu menentramkan, membunuh segala keraguan yang sedari rumah saya bawa. “Bersabarlah dinda, semua pasti ada hikmahnya. Siapa tahu Allah sudah siapkan kado terindah untuk pengorbanan adik..”

Alhamdulillah, saya tiba dengan selamat di Pulau Nias setelah delay 1 jam. Saya menghirup udara di tanah kelahiran dengan sedikit perasaan yang berkecamuk. Inilah pilihan yang harus dijalani. Terkadang, saya kehilangan semangat di sini. Seperti malam ini. Saya coba menghadirkan “dia” dengan mengisi waktu-waktu luang saya dengan menulis. Kata sahabat saya, menulis juga aktivitas yang berkualitas paling tidak bisa berdakwah.

Kami, setiap kehilangan semangat mencoba saling menguatkan dan saling menasehati. Saling mengingatkan untuk tilawah 1 juz setiap hari, saling mengingatkan untuk puasa ayammulbith dan ibadah-ibadah lainnya. Tarbiyah dzatiyah demi long life tarbiyah. Kami harus terus istiqomah di manapun berada. Bukan mudah memang, tapi sayang bila harus mundur. Bukankah mendapatkan hidayah dari Allah untuk keluar dari kejahiliyahan adalah sebuah hadiah yang mahal harganya? Ditempa selama 4 tahun di kampus untuk bisa survive di kehidupan yang sesungguhnya. Dan kami baru saja memulainya. Sungguh disayangkan bila harus mundur. Aku teringat dengan sms sahabatku yang lain, ia menyemangati untuk terus move on, jangan terlalu lama berdiam nanti terbakar rasa. Move on lah nikmati segala aktivitas yang dijalani sekarang bersama Allah saja.

Malam ini, saya akhiri dengan sepenggal kisah di tahun 2013. Bila orang-orang di luar sana sibuk menyalakan kembang apinya, saya dan sahabat saya di Kandis sana sedang asyik mengisi malam dengan menulis. Berharap mampu menghadirkan semangat yang telah pergi. 

Lebih baik bersibuk-sibuk dalam kebaikan daripada berlalai-lalai dalam keburukan.

#Nias, akhir 2013, menjawab tantangan sahabat baikku di bumi Kandis, Sri Zhaw.

Read More