Jejakmu


Jejakmu berpahat duka
hadirmu adalah luka

Berlalu sekelebat angin
Berlari secepat kilat
namun jejakmu melekat hebat

Aku bukan deburan ombak tepian pantai
yang dengan mudah menghapus jejakmu pada butiran pasir
Aku bukan pula desauan angin
yang menyapu jejakmu pada butiran debu

Aku hanya kumpulan kertas berisi jejakmu
yang entah dari mana aku harus menyusunnya
di awal atau di akhir cerita.

RaFila, 31 Mei 2014

#tiba-tiba saja huruf-huruf ini terangkai saat lampu hidup-padam seperti kunang-kunang :D


Read More

Selalu ada Alasan Untuk Tersenyum :)




Senyumlah 

bahwa sepelik apapun
akan selalu ada alasan untuk tersenyum
untuk mentari pagi yang memeluk hangat hati

bahwa serumit apapun
akan selalu ada alasan untuk tersenyum
untuk semilir angin yang mampu susupi helaian rambut

bahwa semarah apapun 
akan selalu ada alasan untuk tersenyum
untuk gemirik air yang senantiasa bisa membasuh tubuh

bahwa semendebarkan apapun
akan selalu ada alasan untuk tersenyum
untuk setiap masa yang memberikan banyak asa

bahwa segelap apapun
akan selalu ada alasan untuk tersenyum
untuk setiap malam yang membantu meleraikan lelahnya jiwa

bahwa seperti apapun akhirnya
akan selalu ada alasan untuk tersenyumuntuk hati yang siap menerima janji
untuk diri yang tak boleh merugi
untuk jiwa yang tak boleh jumawa
dan untuk cinta yang selalu terpatri di ingatan
karena janjiNya bukan janji manusia

oleh itu, senyumlah :)

_Sri Lestari, 6 Januari 2014, Kampar_

Sebuah puisi persembahan dari Sri Lestari, sahabat tercinta.
Walaupun awalnya puisi ini dipersembahkan untuk adindanya, namun karena dia juga mengirimkannya untuk saya, maka pusi ini pun menjadi alasan bagi saya untuk tersenyum :)
Jazakillah, Srican :*

Dan, sungguh karena saya tidak punya adik kandung (sedih yaa) :)

maka perkenankan saya mempersembahkan puisi ini untuk adinda-adindaku yang sedang menunaikan ibadah skripsi.

Teruntuk adindaku Siti Khodijah Parinduri, Imaniar Hasibuan, Sri Rezeki Hasanah, Entiwe Habeahan, Desi Ratna Sari, Fitri Hanifa, Agustia Niranda, Anggi Mutiah Syakdiah, Sri Novianti, Ashela Risa, Hamidah Fadhilah, Febria Octasari, (yang belum disebut jangan marah. hehehe)

dan anak-anak Komdaers 2010 : Yusri Khoirunnisa, Bayu Syahputra, Rahmat Faizal, Sigit Putra Kurniawan. Oh, terselip satu Abi Awwabin. :)


"Selamat Menunaikan Ibadah Skripsi, Tersenyumlah, karena selalu ada alasan untuk tersenyum :)"


Nias, Jum'at barokah di penghujung Mei 2014.


Read More

Belajar dari Landak :)




Sesama hewan landak tidak mungkin saling merapat satu dengan lainnya.
Duri duri tajam yg mengitari tubuhnya adalah penghalang utama mereka untuk melakukan hal di atas. Bahkan kepada anak kandungnya sendiri….

Ketika musim dingin tiba, membawa hembusan badai salju susul menyusul, serta cuaca dingin yang menggigit tulang, dalam kondisi kritis seperti ini, para landak itu terpaksa saling merapat satu dengan lainnya, demi menghangatkan tubuh-tubuhnya meski mereka harus berjuang menahan perih dan sakitnya duri-duri landak lain yang menusuk, melukai kulit-kulit mereka.

Jika sekawanan landak itu telah merasakan sedikit kehangatan, segera saja mereka saling menjauh, namun jika rasa dingin kembali merasuk ke dalam tubuh mereka, mereka akan segera merapat lagi… dan demikianlah seterusnya.
sepanjang malam, landak-landak itu disibukkan oleh kegiatan saling menjauh dan saling mendekat.

Merapat terlalu lama akan menimpakan atas mereka banyak luka. Sementara jika mereka saling menjauh dalam waktu yg lama justru bisa saja rasa dingin menewaskan mereka.

Demikianlah keadaan kita manusia dalam hubungan interaksi sosial antara sesama kita dalam hidup ini, tentu tak seorang manusiapun terbebas dari duri-duri (kesalahan-kesalahan) yang mengitari dirinya, demikian halnya org lain…

Tentu mereka sama sekali tidak akan dapat merasakan kehangatan jika mereka tidak rela bersabar menanggung perihnya duri2 (kesalahan) orang lain pada saat saling merapat.

Oleh karena itulah:

Siapa saja yang hendak mencari sahabat tanpa kesalahan, niscaya ia akan hidup sebatang kara.

Dan barang siapa yg ingin mencari pendamping hidup sempurna tanpa kekurangan, niscaya ia akan hidup membujang.

Dan barangsiapa yg berusaha mncari saudara tanpa problema, niscaya ia akan hidup dalam pencarian yang tiada akhirnya.

Barang siapa yg hendak mencari kerabat yg ideal dan sempurna, niscaya ia akan lalui seluruh hidupnya dalam permusuhan.

Maka, bersabarlah menanggung perihnya kesalahan orang lain, agar kita dapat mngembalikan keseimbangan dalam hidup ini.

Camkanlah ….jika engkau ingin hidup bahagia, jangan menafsirkan segala sesuatu, jangan pula terlalu kritis pada segala hal, serta jangan terlalu jeli meneliti segala sesuatu.

Sebab jika seseorang jeli meneliti asal usul berlian, ia akan mendapti ternyata berlian itu bermula dari bongkahan batu hitam.
***

oleh Syekh Abu Muhammad as - Sulmiy -hafizhohullah -

Diterjemahkan oleh akhukum Fadlan Akbar, Lc – Read on Path.
Read More

Seribu Koin Untuk Pohon



Aku tidak begitu ingat kapan tepatnya aku benar-benar mencintai aktivitasku sebagai anggota Pemuda Pecinta Alam, tetapi aku masih ingat penyebab yang menjadikan diriku mencintainya. Padahal dahulu aku tidak terlalu suka dengan hal-hal semacam ini, selain karena tidak sesuai dengan jurusan kuliahku, aku merasa ini bukan sesuatu yang menguntungkan bagiku. Toh, sudah ada instansi pemerintah yang mengurusi hal-hal seperti ini. Aku sebagai anak muda tugasnya menikmati hidup. Ah, betapa sempitnya cara berpikirku dulu. Bagaimana jika semua pemuda di negeri ini berpikiran sama denganku? Tak bisa kubayangkan apa yang terjadi dengan bumi ini bila hal itu tidak segera ditanggulangi sejak dini.
***
“Ris, minggu depan kampus kita mengadakan jelajah alam menyambut hari Bumi sedunia, ikut yok.” Alan sang aktivis pecinta alam menghampiriku yang sedang memarkir motor di parkiran kampus.
“Hmmm, Maaf Lan aku gak bisa deh kayaknya. Soalnya minggu depan aku mau nonton konser musik. Lagian aku gak suka jelajah alam. Jelajah kok ke alam, ke mall donk. Hehehe.” Aku menolak ajakan Alan. Aku memang tidak begitu suka jelajah alam, mendaki gunung dan segala yang berkenaan dengan itu. Selain tidak menarik bagiku, kegiatan itu membuatku teringat dengan paman Gun.
“Ris.. ris... kamu ini ada-ada aja. Jelajah alam itu lebih banyak manfaatnya dibanding jalan-jalan ke mall. Kita bisa menikmati indahnya ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa, menghirup udara segar tanpa polusi, mendengar nyanyian alam yang meneduhkan hati.” Alan mulai mencoba mempengaruhiku, menggoyahkan hatiku untuk ikut bersama komunitasnya dan membatalkan agenda nonton konser musik yang sudah kutunggu-tunggu sejak lama. Oh, tidak... tidak mungkin aku tergoda.
“Lain kali aja ya Lan. Eh, aku permisi dulu ya, ada kelas nih. Byeee...” aku bergegas meninggalkan Alan yag terbengong-bengong. Mungkin dia merasa aku adalah orang yang paling sulit untuk dirayu.
Aku heran dengan anak-anak pecinta alam di kampusku ini. Apa sih yang membuat mereka rela bercapek-capek ria mendaki gunung, masuk-masuk ke hutan, kalau nyasar gimana? Belum lagi kalau berkemah, harus bawa ini-bawa itu, tidur di tanah, banyak nyamuk, gak ada sinyal, gak bisa internetan. Ribet. Aku jadi ingat dengan kebiasaan paman Gun, anak tertua dari keluarga ayahku. Ia tak pernah mau diajak tinggal di kota. Katanya, pohon-pohon di sini akan kesepian bila tak ada dirinya. Setiap pagi, ia akan berlari-lari menyusuri bukit-bukit, mengelus-ngelus pohon-pohon yang dijumpainya. Bila malam tiba, ia akan patroli. Menurutnya, di malam hari banyak yang mengganggu pohon-pohon. Dan yang paling aneh adalah aku pernah memergoki paman Gun berbicara dengan sebatang pohon, seolah ia sedang berbicara dengan seseorang. Terkadang ia tersenyum seperti orang yang tengah jatuh cinta, terkadang ia menangis bila melihat ada goresan-goresan yang melukai batang pohon itu. Ngeri aku melihatnya. Aku berpikir mungkin paman Gun memiliki kelainan. Penduduk desa pun berpendapat sama denganku. Mang Udin, si penggembala sapi pernah melihat paman Gun bertingkah aneh pada pohon-pohon. Hal ini tak pernah kuceritakan pada Ayah. Aku takut Ayah akan marah.
Ah, paman Gun... Ada apa dengan dirimu?
***
Pagi yang dingin menggigit tulang-tulangku. Seusai sholat subuh aku kembali menarik selimut tebalku, suasana dingin merayuku untuk tidur dan terhanyut dalam buaian mimpi. Baru saja aku merebahkan tubuh di kasur yang empuk tiba-tiba terdengar suara gaduh dari ruang tengah. Kudengar suara Ayah dan Bunda berbincang dengan nada panik setelah mendengar berita di televisi pagi ini. Kemudian terdengar teriakan adik bungsuku yang masih duduk di sekolah dasar memangil-manggil nama pamanku, menambah sempurnanya kegaduhan di rumah kami. Ada apa sih? Apa ada meteor yang jatuh ke bumi sehingga seisi rumah harus gaduh di pagi ini?
Aku dengan malas bangun dari tidurku, melangkah menuju ruang tengah.

“Ada apa sih pagi-pagi udah ribut?”
”Pagi ini kita harus berangkat ke desa, Ris.” Ayah menjawab pertanyaanku.
“Iya nak, kita harus melihat kondisi paman  Gun dan keluarganya,” Bunda menambahi jawaban Ayah.
“Lho? Kok mendadak, Bun? Kemarin kan gak ada rencana mau berkunjung ke sana?” Wah, bisa gawat ini. Agenda nonton konser musik terancam batal!
“Coba lihat berita itu.” Ayah memperbesar volume televisi agar aku yang masih belum ngeh ini mengerti maksud Ayah dan Bunda.
Pemirsa, tadi malam tepat pukul 23.00 terjadi longsor di desa Suka Hijau. Dari informasi yang kami terima tidak ada korban jiwa akibat bencana ini namun ratusan rumah rusak. Pemerintah setempat menghimbau masyarakat untuk segera mengungsi karena dikhawatirkan akan terjadi longsor yang lebih besar.  ” Reporter itu terus saja melaporkan berita terkini dari tempat kejadian, sesekali layar televisi menampilkan cuplikan video yang berhasil mereka liput.
Cuplikan berita ini cukup membuatku mengerti mengapa pagi ini seisi rumah menjadi gaduh dan kini pikiranku pun ikut gaduh. Aku mulai berpikir bahwa longsor itu bukan saja menjadi bencana bagi penduduk desa suka hijau tapi juga menjadi bencana bagiku karena kemungkinan besar paman Gun akan tinggal sementara di rumah kami. Oh tidak..!!
***
Ini kali pertama longsor terjadi di desa ini. Aku tak habis pikir. Apa penyebabnya? Bukankah desa yang terletak di kaki gunung ini begitu hijau sesuai dengan namanya? Ya setidaknya begitulah keadaan desa ini 10 tahun yang lalu.
“Mengapa bisa longsor, yah? Bukannya desa ini ditumbuhi banyak pepohonan?” tanyaku kepada Ayah yang sedari tadi berkonsentrasi mengemudi mobil.
“Itu dulu Ris, sekarang sudah berubah.” Aku mendengar ada nada sedih dari suara Ayah.
“Dulu alam menyuguhkan hamparan pepohonan hijau yang terbelah oleh sungai yang mengalir bening, kicau burung menyanyikan suara alam dan udara sejukpun menambah keteduhan desa. Dari kejauhan, kita bisa melihat bukit-bukit hijau yang menjulang”
Ayah menghela nafas.
“Sekarang, desa sudah gersang, Ris. Coba kamu lihat tulisan besar di bukit itu. Kamu masih ingat gak, dulu tulisan itu bertuliskan “Sejuta Pohon” sekarang sudah berganti menjadi “Villa Asri”
Hmmm, benar kata Ayah. Ternyata panorama indah itu tak bisa lagi kami nikmati. Sekeliling tidak lagi hijau tapi berubah menjadi gundul karena pembakaran hutan secara besar-besaran. Mungkin untuk membuka lahan baru atau mungkin untuk pembangunan villa-villa yang katanya asri itu. Tak ada lagi kicau burung yang menentramkan, yang ada hanya tangisan alam. Benarlah, semua tinggal kenangan.
Pemandangan menjadi semakin mencekam ketika kami sampai di lokasi kejadian. Longsor telah meluluhlantakkan seluruh desa ini. Banyak rumah-rumah yang rusak diterjang longsor, sebagian dari villa-villa itupun roboh. Aku jadi ngeri sendiri. Bagaimana jika bencana ini terjadi di kota tempat tinggalku? Mungkin dalam wujud lain, banjir dahsyat misalnya? Aku jadi teringat dengan sungai yang terletak di tengah kota tempat tinggalku, bagaimana jika ia mengamuk karena banyaknya sampah yang dibuang ke badan sungai, ditambah lagi tidak adanya daerah peresapan air hujan sementara sungai tak mampu menampung curahnya yang deras? Maka statusku dan seluruh penduduk kota berubah menjadi “pengungsi” dan bisa dibayangkan betapa tidak nyamannya menyandang status itu. Hiiiiii, ngeri aku.
Alhamdulillah, paman Gun dan keluarganya selamat dari bencana. Tapi, rumahnya telah hancur lebur dihantam longsor.
“Alam telah murka, karena pesonanya telah dihancurkan! Karena tempat tinggalya telah direnggut oleh orang-orang yang rakus!” Paman Gun menangis dalam pelukan ayahku.  Aku mulai iba dengan keadaannya. Apakah ini yang membuatnya begitu mencintai pepohonan sehingga ia harus menyusuri hutan di pagi hari? bila malam, ia harus berkeliling menjaga dan memelihara kelestarian pohon dari para penebang liar? Dan..dan.. selalu berbicara dengan pohon-pohon? Ah, inikah yang membuat kami menganggapnya aneh?  Setelah melihat bencana ini, siapa yang pantas disebut aneh? paman Gun atau aku dan para penduduk desa?
Ah, aku baru tahu, bahwa cinta itu tak sederhana. Tak sesederhana anak-anak muda memaknai cinta. Ia bahkan lebih dahsyat dari itu, ia mengakar hingga ke hati yang paling dalam hingga sakit yang dirasakan oleh kekasihnya seakan-akan ia merasakannya pula. Ternyata selama ini yang dilakukan paman Gun adalah bentuk kecintaannya kepada alam ini. Ia begitu mencintai pepohonan, mencintai alam hijau yang membentang luas. Selama ini ia merawat dan memelihara kelestarian alam dengan sepenuh cinta. Namun kini, alam  telah murka. Longsor ini menjadi bentuk kemurkaannya.
Ah, Paman Gun... maafkan aku yang terlalu picik memaknai cintamu sebagai sebuah keanehan.
Dalam perjalanan pulang, seisi mobil tenggelam dengan pikirannya masing-masing. Begitupun aku. Aku terus berpikir bagaimana caranya agar cinta paman Gun kembali merekah. Bukan hanya itu, bagaimana agar cinta kepada alam ini juga dirasakan oleh banyak orang. Semakin banyak orang yang merasakan cinta ini maka kelestarian pepohonan akan semakin terjaga. Dan yang terpenting ia tidak lagi murka. Mungkin kali ini murkanya hanya berwujud longsor berskala kecil. Lalu bagaimana jika kondisi ini semakin parah? Longsor yang dahsyat misalnya? Atau banjir bandang yang menghancurkan kota? Kemarau berkepanjangan sehingga tidak ada lagi pasokan air untuk manusia sehingga secara perlahan manusia mati kekeringan? Atau tidak ada lagi oksigen yang aman untuk dihirup maka semua orang harus membeli oksigen dengan harga mahal? Ooooh tidaaak!!!
“Ada apa, Ris?” tanya Ayah. Ternyata aku menjerit cukup keras.
“Eeeh, hehehe. Hmm, gak ada apa-apa yah.” Aku jadi malu sendiri. Imajinasiku mungkin terlalu tinggi, tapi lebih baik begitu daripada semua itu benar-benar terjadi. Aku harus melakukan sesuatu.
***
Sudah seminggu paman Gun dan keluarganya tinggal di rumahku. Beliau masih saja bersedih dan sering termenung sendirian. Aku belum juga menemukan ide yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini, padahal aku sudah memutar otak untuk mencari penyelesaiannya.
“Yang ini aja kak, yang ini lebih besar.” Aku mendengar suara adikku yang sedang bermain di pekarangan rumah dengan kedua anak paman Gun.
“Eh, iya yang itu aja, kalo kalengnya besar kan isinya bisa lebih banyaaaak,” sahut Nina, adik sepupuku yang paling besar. Kemudian terdengar suara kaleng yang diseret menuju dapur.
Sedang apa mereka?
Aku yang penasaran bergegas menuju dapur.
“Untuk apa kaleng-kaleng itu, Nay?” Adikku yang sedang memeluk kaleng bekas itu terkejut mendengar suaraku.
“Eh, mas Faris ngagetin aja! Ini kalengnya mau Nay pake buat ngumpulin koin, mas. Hehehe.”
“Ngumpulin koin? Buat apa? Nay kan udah punya celengan yang dibeli Ayah,” tanyaku lagi penuh selidik. Tidak biasanya Nayra mau bermain-main dengan barang-barang bekas.
“Nay, Aisyah sama mbak Nina mau ngumpulin sumbangan buat beli bibit pohon. Kata Bu guru, kita harus nanam pohon di tanah yang gundul supaya gak terjadi longsor kayak di rumahnya mbak Nina,” jawab adikku lagi.
“Udah ahh, Nayra mau bersihin kaleng dulu. Mas Faris nanya-nanya mulu.”
Eh... tiba-tiba aku mendapat ide untuk membantu paman Gun.
***
 Aku dan beberapa temanku sudah berkumpul di lapangan depan kampus. Kami bersiap untuk aksi hari ini. Kami masih menunggu beberapa teman lain yang belum datang. Aku memandang puluhan kaleng-kaleng bekas yang sudah diberi tulisan “SERIBU KOIN UNTUK POHON”. Mengapa harus koin? Suatu hari beberapa teman anggota pecinta alam menanyakan hal itu padaku kekita kami sedang rapat. Ya kedengarannya sederhana memang. Tetapi, aku punya alasan tersendiri mengapa gerakan aksi ini diberi nama seperti itu. Coba kita pikir, apalah arti sekeping koin recehan bagi seseorang? Mungkin tidak begitu berarti baginya, namun dengan sekeping koin itu ia bisa menunjukkan kepeduliannya terhadap kelestarian alam. Jadi, siapapun sebenarnya bisa ikut berpartisipasi menjaga kelestarian alam dengan berbagai cara.
“Hei, Riiiis.” Alan baru saja datang membawa spanduk dan pengeras suara yang akan kami gunakan untuk aksi hari ini.
“Alhamdulillah akhirnya kamu ikut juga,” Alan tersenyum melihat perubahanku. Ini pertama kali aku ikut berpartisipasi dalam kegiatan amal sosial yang diselenggarakan oleh kawan-kawan dari komunitas pecinta alam. Sejak inilah aku mulai mencintai kegiatan seperti ini. Aku tersenyum sendiri. Kejadian yang dialami paman Gun menyadarkan diriku bahwa mencintai, menjaga dan memelihara alam adalah tugas semua orang termasuk para pemuda yang akan menjadi generasi penerus negeri ini. “Jangan sampai kita pergi meninggalkan generasi yang lemah, yang tahunya cuma meminta bahkan merusak alam namun tak pernah memberi apapun untuk alam. Bersahabatlah dengan alam.” Kira-kira begitulah nasihat yang diberikan paman Gun tadi malam padaku.
Terimakasih paman Gun, terimakasih Alan, terimakasih untuk kalian semua yang telah menyadarkanku. Akhirnya aku mengerti betapa lebih bermanfaatnya beraksi untuk alam, karena dengan kita mencintai alam maka ia akan menjaga kelangsungan hidup kita bahkan hingga ke anak cucu kita nanti.
“Ris, ayo kita bergerak.” Alan mengajakku untuk memulai aksi kali ini.
Sebelum aksi, Alan memimpin doa. Semoga kegiatan kami ini mendatangkan manfaat. Baik itu bagi kami yang mengumpulkan dana dan juga bagi masyarakat yang nantinya akan menyumbang. Semoga hati mereka tersentuh untuk menjaga dan memelihara kelestarian alam.
Pemirsa, ribuan mahasiswa yang tergabung dalam komunitas pecinta alam hari ini mengadakan aksi “Seribu koin untuk pohon”. Mereka mengadakan Long March mengelilingi kota untuk mengumpulkan sunbangan yang akan digunakan untuk aksi penanaman pohon di daerah hutan gundul dan rawan longsor. Aksi yang sangat menginspirasi ini menjadi penyadaran bagi kita untuk menjaga, merawat dan memelihara alam. Selain itu, semoga kegiatan ini menggugah hati para pemuda-pemuda di negeri ini untuk bersama-sama bergerak dan memberi manfaat bagi bangsa ini. Kalau bukan pemuda, siapa lagi?”
Sekian berita siang ini kami sampaikan dari lokasi kejadian.


 #Cerpen ini didedikasikan untuk memperingati hari bumi sedunia yang jatuh pada tanggal 22 April, tanggal yang bersamaan dengan hari lahir saya :)
#telat ngepos ^_^
 










Read More

Setumpuk harap





Bismillah
Assalamu'alaykum...

Apa kabar, dunia?
Saya yakin pasti sedang sibuk. Sibuk dengan rutinitas masing-masing. 
Apalagi dengan kesibukan kampanye (?). Oh ya, ngomong-ngomong soal kampanye. Beberapa hari yang lalu, saya mencoba berkeliaran di dunia Fb. Ternyata di dunia maya banyak juga orang-orang yang berseliweran. Sangat sibuk dengan hot news terbaru. Setelah saya selidiki, ternyata para facebooker sedang sibuk kampanye Capres-cawapres. Berbagai foto, video, artikel memenuhi dinding jejaring sosial ini. Tak masalah sih bagi saya. Itu hal yang sah-sah saja. Saya dulu (sampai sekarang) juga sering menggunakan jejaring sosial untuk berbagai keperluan promosi, mulai dari promosi kegiatan dakwah, bisnis sampai promosi blog ini. (hehe) dan efeknya lumayan bagus, karena zaman sekarang ini orang lebih banyak ditemui di dunia maya daripada dunia nyata. Buktinya, ketika orang-orang sedang tertidur lelap, masih ada  yang bergentayangan di dunia maya. Kalau gak percaya coba buktikan sendiri (OL jam 2 pagi :P). Ehh, sudah sampai di mana ini? -_-

Oh ya tentang kampanye tadi. Menurut saya, sah-sah saja orang-orang kampanye lewat dunia maya, selain lebih hemat biaya, kampanye lewat dunia maya itu salah satu solusi mengurangi jumlah sampah di muka bumi ini. (Maklum anak kesehatan lingkungan). Saya hanya berharap segala aktivitas yang kita lakukan di atas bumi ini, tidak menjadikan kita semena-mena pada bumi. Karena kalau bumi ini sudah dipenuhi oleh sampah, maka kita mau tinggal di mana?? (pikirsendiri).
Apakah anda sadar kalau saya sedang kampanye tentang sampah? (hayoo,, kena kamu :P)

Sebenarnya, hari ini saya mau bercerita tentang kegundahan hati saya. (Bukan curcol tapi KEGUNDAHAN HATI). Saya yakin, setelah membaca tulisan ini, anda akan mengalami kegundahan seperti saya (tulisan apa ini??? teruslah membaca maka anda akan tahu jawabannya ^_^)

Konon kabarnya, ada 2 pasang makhluk Tuhan yang berniat memimpin negeri ini. Anda pasti sudah tahu siapa yang saya maksud. Belum tahu juga??? Duh, dipertanyakan kecintaannya pada bangsa ini -_-

Lantas, mengapa saya menjadi gundah akan hal ini?
Karena saya adalah masyarakat Indonesia yang menginginkan kebaikan untuk negeri ini.
Saya yakin di luar sana banyak masayarakat yang merindukan pemimpin yang baik untuk membawa negeri ini ke arah yang lebih baik (ingat LEBIH BAIK).

Seperti anda, saya merindukan sosok pemimpin yang mencintai negeri ini dengan hatinya. Pemimpin yang mencintai rakyatnya. Dia tidak akan bisa tertidur pulas ketika mengingat masih ada rakyatnya yang tidur dengan perut kosong. Dia tidak akan memperkaya dirinya sendiri sementara masih ada rakyatnya yang sengsara. Saya jadi rindu Rasulullah :'(

Suatu ketika, seusai sholat Umar datang menghampiri Rasulullah. 

Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah engkau menanggung penderitaan yang amat berat. Sakitkah engkau, ya, Rasul?”
Engkau tersenyum sembari menggeleng, “Tidak, wahai Umar. Alhamdulillah, aku sehat.”

“Mengapa setiap kali engkau menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi di tubuhmu bergesekan?” Ekspresi Umar memperlihatkan rasa prihatin, penuh kasih sayang, dan rasa khawatir. “Kami yakin engkau sedang sakit.”

Engkau tersenyum lagi. Tidakkah wajahmu memang terlihat sedikit pucat hari ini? Toh, senyummu seperti menjadi pelipur lara terbaik bagi sesuatu yang tidak engkau katakan, meski kepada Umar, sesuatu yang tidak engkau katakan tidak mampu membuatnya tidak kentara.

Karena merasa jawaban “tidak” atau “aku baik-baik saja” sudah tak mencukupi lagi, engkau lantas berdiri, mengangkat jubahmu, hingga bagian perutmu terlihat nyata. Seketika Umar dan setiap orang yang ada di mesjid itu terpana. Tampak begitu kempis perutmu. Perut itu dililit oleh kain yang membuntal, berisi kerikil-kerikil. Engkau mengganjal laparmu dengan kerikil-kerikil itu. Kerikil-kerikil yang menimbulkan suara berisik ketika engkau mengimami shalat. Kerikil-kerikil yang memancing keingintahuan Umar dan menyangka dirimu sedang dalam kondisi sakit yang serius.

“Ya, Rasul,” suara Umar bergetar oleh rasa iba dan penyesalan, “apakah jika engkau mengatakan sedang lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan menyediakannya untuk engkau?”
Engkau menutup lagi perutmu dengan helai jubahmu yang menjuntai. Engkau menatap Umar dengan pancaran cinta yang utuh, “Tidak, Umar. Aku tahu, apapun akan kalian korbankan demi aku. Akan tetapi, apa yang harus kukatakan di hadapan Allah nanti jika sebagai pemimpin aku menjadi beban bagi umatku?”

Engkau mengedarkan pandanganmu ke sahabat-sahabatmu yang lain, “Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah dari Allah untukku agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia, terlebih di akhirat.”

Siapapun yang mendengar kalimatmu seketika terdiam. Ada yang berdenyar merambat ke bola mata mereka. Beberapa terisak oleh haru. Umar sadar bahwa dia tak kan sanggup melangkah lebih jauh, memaksa engkau untuk mengikuti kehendaknya. Dia pun hanya terdiam membiarkan detik-detik berjalan satu per satu. :(

Betapa sedih sepenggal kisah ini. Membuat hati ini berbisik "Ya Rasul kami rindu hadirmu" 
Tidakkah anda merindukan pemimpin seperti ini?? saya yakin "YA"

Izinkan hati terus merindu, terus berharap, terus berdoa...
untuk Indonesia Raya yang kita cintai ini :)

"Ya Rabb, berikan kami pemimpin yang mencintaiMu, mencintai rakyatnya dan Engkaupun cinta kepadanya"






Read More

Maafkanlah Saya...





Saya belum lama mengenalnya, meski dia sudah lama ada di sekitar saya. 
Saya masih ingat pertemuan pertama dengannya. Di sebuah acara.
Dia baik. Sangat baik. Menginspirasi.
Dan satu hal yang saya sukai dari dia. Dia suka menulis. Tulisannya bagus. Dan tentu saja menginspirasi.

Saya tak tahu mengapa saya menuliskannya di sini.
Hmm, mungkin biar hati ini menjadi lebih tenang. Karena menulis adalah salah satu aktivitas yang membuat hati saya tenang. Lega rasanya kalau sudah menulis di blog yang tak seberapa ini.

Ya kembali tentang dia.
Beberapa waktu lalu, saya sedikit merasa "kesal" dengan dia.
Bukan...bukan rasa kesal seperti membencinya atau semacamnya. Bukan. Bukan karena itu.
Saya tak bisa menjelaskannya dengan kata-kata.

Mungkin karena saya tidak mengenalnya dengan baik. Jadinya, saya menyimpulkan yang terjadi dengan sangat buruk.
Ya mungkin kesalahan ada pada saya.
Maafkanlah saya.

Saya berharap dia membaca tulisan ini. Dan mengerti akan sikap saya belakangan ini.
Dan semoga dia mau memaafkan saya.

Saya, ingin sekali minta maaf langsung, tapi...
saya yakin dia pasti terheran-heran. 
"Ada angin apa? Tiba-tiba minta maaf?"

Ah, saya pun tak tahu.
Saya hanya ingin minta maaf saja. 
Apakah meminta maaf membutuhkan sebuah alasan?

#semoga yang baca gak bingung :)


Read More

Sunyi hatiku







Dalam luka
Dalam duka
Engkau ada dan setia
Temani jiwa...

Surya yang memerah
Senja di langit dunia
Sunyi hatiku

Terbayang wajah mereka
Yang memelukku
Menjagaku
Memberiku kasih dan sayang

Mencintaiku
Merawatku tanpa lelah
Setulus jiwamu...

Jauh sudah langkah hari
Yang memanggil rindu
Di dalam hatiku padamu

Andai bisa ku mengulang waktu
Hanya tuk mengerti akanmu menyentuhmu...

(Opick-cinta setulus jiwa)


Barisan huruf ini terhenti. 
Kursor terus saja berkedip. 
Hilang kata. 
Yang ada hanya derai airmata

Semakin berlalu melangkah
semakin terasa ketiadaanmu
Dalam sunyi, terasa rindu

3 Tahun berlalu tanpamu
Sunyi hatiku tanpa memandang wajah teduhmu
Tanpa senyummu yang memberi bahagia dalam hatiku

21 tahun bersamamu
Kasih sayangmu memenuhi ruang hatiku
Cintamu memeluk jiwaku
Tangan halusmu memenggam jemariku, menuntun langkahku
dan kini semua tlah terhenti..
dan hatiku kembali sunyi.

Rabb, bilakah aku bisa menggenggam tangannya kembali dalam indah surgaMu?
karena walau berakhir waktu ini, rindu akan terus bersemayam dalam relung hatiku.
Ya Rabb jagalah ia untukku,
peluklah ia dengan hangat cintaMu
terangi perjalanannya kini dengan cahaya cintaMu,
dan izinkanlah suatu hari nanti kami memandang cahaya syurgaMu bersama-sama. 


Mengenangmu, ayah
18 Mei 2011-18 Mei 2014

Read More

Rinai Hujan di Puncak Sibayak



"Dialah Allah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya maka, apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira" (Al Qur'an, 30:48)


H u j a n. Selalu saja romantis :)
Setiap tetesannya memintal rindu yang bertumpuk harap.
Seperti kerinduan bumi mengharap rintiknya turun memberi kesejukan.
Seperti kerinduan pohon mengharap rinainya menghadiahkan sumber kehidupan.
Seperti kerinduan alam mengharap dendangan syahdu yang terlantun di setiap rintiknya.
Seperti kerinduan hamba mengharap kasih Tuhannya.

Pernahkah suatu masa terbersit dalam pikiran bahwa hujan membawa pesan dari Tuhan? Pesan cinta berhias rahmat tercurah deras dari langit untuk makhlukNya. Oh, betapa romantis Allah menunjukkan cintaNya kepada kita. Maka, patutlah setiap tetesnya adalah kesyukuran. 

“Allahumma shoyyiban nafi’an”
Ya Allah, Jadikanlah hujan ini sebagai hujan yang bermanfaat

Pernahkah suatu kali anda memandang hujan? Sesekali cobalah berdiri di bawah hujan. Akan hadir sebuah rasa yang tak biasa terpancar mekar dari relung jiwa. Seperti yang saya alami kemarin sore di penghujung senja. Seusai syuro sore itu, hujan datang menyapa bumi dan penghuninya. Menyejukkan, menenangkan. Rintiknya yang semula malu-malu turun dari balik awan semakin lama semakin mengucur dengan derasnya. Saya mencoba mempercepat laju kenderaan, berharap bisa sampai di rumah dengan selamat tanpa basah kuyup karena pasalnya saya tak membawa mantel, hanya memakai jaket.

Namun hujan semakin deras, akhirnya setelah menimbang, mengingat dan memperhatikan kesehatan saya yang sedang melemah maka saya memutuskan untuk berteduh. :)
Ada beberapa orang yang sudah berteduh lebih dulu, alhamdulillah masih ada ruang untuk saya ikut berteduh menunggu rintik-rintik hujan mereda. Menunggu di bawah hujan, mengingatkan saya akan sebuah moment indah yang sangat romantis. :)

Berada di puncak sibayak bersama keluarga besar Ukmi Ad-dakwah dan teman-teman lembaga dakwah fakultas se-USU. Awal bulan Juni di tahun 2011. Ya saya masih mengingat moment indah itu dengan begitu jelas. Mendaki gunung sibayak untuk pertama kali bagi saya adalah sesuatu yang luaar biasaa! Bertambah lengkap kebahagiaan ini karena ini merupakan salah satu program kerja dari departemen saya. Dengan alasan yang cukup logis ketika itu, mengadakan kegiatan yang mempererat kebersamaan di antara kader dakwah se-USU. Alhamdulillah terlaksana dengan baik. :)

Mendaki gunung sibayak dengan cuaca yang cukup dingin, tak menyurutkan langkah kami untuk terus melaju, melesat, menuju puncak sibayak. Sesekali rintik hujan datang menyapa membasuh butiran-butiran peluh. Pendakian ini terasa menyenangkan tanpa keluh kesah karena satu sama lain saling menyemangati dan menguatkan.

Pendakian ini ibarat perjalanan dakwah. Dakwah, dalam perjalanannya akan menemui jalan berbatu, menanjak, berkelok, licin yang membuat pelaku dakwah sesekali tergelincir. Tak ada pilihan lain selain terus mendaki, karena kembali turun adalah sebuah kesia-siaan. Dalam dakwah, pelaku dakwah tidak sendiri. Ada pendaki-pendaki lain yang bersama-sama menuju puncak. Saling menguatkan, saling mengingatkan, saling menyemangati. Dan tentu saja Allah dan para malaikat membersamai setiap langkah dalam dakwah ini.

Sesampainya di puncak, rintik-rintik hujan masih setia menemani kami yang beristirahat melepas lelah selama pendakian. Subhanallah, di atas puncak dengan ketinggian sekitar 2.094 m dari permukaan laut ini kami disuguhkan dengan panorama indah. Bukit-bukit berbatu yang mengelilingi kawah diselimuti gumpalan-gumpalan asap yang berarak malu-malu. Allahu akbar!!

Sebelum mengisi perut yang sudah mulai berdendang, kami duduk mendengarkan taujih singkat dari sang pemateri. Bagi saya, ini sungguh luar biasa! di Atas puncak gunung sibayak untuk pertama kali mendengarkan taujih yang membangun ruhiyah bersama sahabat seperjuangan di jalan dakwah. Sungguh romantis! Dan semakin romantis ketika hujan ikut membersamai kebersamaan kami. :)

Sungguh, inilah perjalanan di bawah hujan yang paling romantis yang pernah saya alami selama hidup saya. Ya, menikmati hujan bersama teman-teman seperjuangan di jalan dakwah.

Terlantunlah doa di bawah rinai hujan di puncak gunung sibayak...

Sesungguhnya Engkau tahu bahwa hati ini telah berhimpun dalam naungan cintaMu
bertemu dalam ketaatan, bersatu dalam dakwah kepadaMu, menegakkan syariatMu.
Kuatkanlah ikatannya, kekalkanlah cintanya, tunjukilah jalan-jalannya, terangilah dengan cahayaMu yang tiada pernah padam 
Lapangkanlah dada kami dengan karunia iman dan indahnya tawakal padaMu 
hidupkan dengan ma'rifatMu matikan dalam syahid di jalan Mu
Engkaulah pelindung dan sebaik-baik penolong.


Hujan. Selalu saja romantis. :)
Mengikat hati seorang hamba pada kerinduan atas Rabbnya.




Mengenang bingkai kehidupan di bawah hujan,
Sibayak, 4 Juni 2011

Terbingkai dalam barisan huruf,
Nias di penghujung senja, 17 Mei 2014

Tersimpan dengan indah dalam ingatan, In sya'a Allah :')
Read More

3 Lebah; Trilogi 3 Lebah


Dahulu sekali, ketika saya menginjakkan kaki untuk yang pertama di fakultas ini, saya tidak pernah menyangka bahwa kampus ini memberikan berjuta warna dalam pengembaraan menuntut ilmu di perantauan.
Menuntut ilmu di kota Medan ini merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada saya. Di tengah desakan orangtua untuk segera mendaftarkan diri di sebuah sekolah tinggi keguruan yang ada di kota kelahiran saya, saat itu pula anugerah dari Allah hadir menjawab kegundahan saya. Saya dinyatakan lulus di Universitas sumatera Utara melalui jalur PMP (kalau sekarang namanya jalur undangan).
 Mungkin bagi sebagian mahasiswa di USU, mahasiswa yang masuk dari jalur ini adalah mahasiswa yang dipandang sebelah mata. Tapi bagi saya, inilah jalan menuju cahaya yang diberikan Allah kepada saya. Jalan inilah yang menuntun saya menuju kebaikan. Akhirnya, kota ini resmi saya nobatkan sebagai kota hijrah saya.
Bercerita tentang perjalanan menuju kebaikan, Allah memberikan saya lingkungan yang baik, teman-teman yang baik, dan komunitas yang baik agar pengembaraan ini berujung pada kebaikan. Sungguh sekenario yang hebat.
Bagaimana tidak? Selama mengembara di kota Medan ini, alhamdulillah saya tidak pernah terjerumus dan tersesat bahkan kehidupan saya menjadi lebih baik dibandingkan ketika saya masih sekolah dulu.
Di semester satu, saya tergabung dalam sebuah kelompok mentoring dan sungguh saya baru menyadari bahwa satu di antara teman saya yang tergabung di kelompok ini adalah lebah pertama yang akan menjadi sahabat saya dalam pengembaraan ini. Berarti di awal kisah ini, Allah sudah tunjukkan orang-orang yang akan memberikan kebaikan kepada saya di hari depan.
Masih di semester satu, ketika dosen mata kuliah bahasa inggris memberi tugas membuat sebuah wacana (saya lupa tentang apa) dalam bahasa inggris. Kami satu kelas dengan hikmad mengerjakan tugas itu, hanya satu orang saja yang saya perhatikan grasah-grusuh, ya dia adalah lebah ketiga yang akan mewarnai hidup saya. Lalu, siapa lebah kedua? Ya tentu saja saya yang paling cantik (hehe). Inilah kisah awal pertemuan saya dengan 2 lebah yang lain.

Pertemuan di awal tidak serta merta membuat saya dekat dengan mereka, tapi mereka berdua kelihatannya sudah dekat. Dan sepertinya ketika itu mereka sudah punya gank bernama Khodijah, yang diketuai lebah pertama.

Lagi-lagi, dalam skenario Allah kami dipertemukan dalam sebuah komunitas penuh cahaya bernama Ukmi Ad-dakwah. Yah, meskipun ketika itu mereka tergabung lebih dulu daripada saya. Karena ketika mereka mengikuti training pengkaderan tingkat dasar di Ukmi Ad-dakwah, secara bersamaan pula saya mengikuti training pengkaderan di komunitas lain bernama KAMMI komisariat USU (ketika itu masih 1 komisariat). Maklumlah, di awal keberadaan saya di USU, kehadiran Ukmi Ad-dakwah belum membumi membahana, jadi saya tidak begitu tahu bahkan bertanya-tanya apa itu Ukmi Ad-dakwah? hehehe betapa polosnya saya ketika itu. Tapi Alhamdulillah karena kehadiran Dakwah Expo untuk pertama kali di USU, akhirnya eksistensi Ukmi Ad-dakwah di USU meroket tajam. Dan saya bangga menjadi peserta dakwah Expo yang pertama :D. Sssst, sedikit rahasia, ketika acara Dakwah Expo berlansung, saya berdoa dalam hati " Ya Allah suatu hari nanti, izinkan saya menjadi panitia Dakwah Expo". Dan Alhamdulillah doa itu terwujud, tidak hanya sekali tapi berkali-kali :). #saya jadi ngalor ngidul, harusnya kan cerita 3 lebah.. haha. Tapi tak pa lah sekalian promosi Dakwah Expo :D.

Saya tidak terlalu ingat kapan kami bertiga mulai dekat, yang saya ingat kami menjadi sering bertemu dan berkumpul. Kami pun pernah berada dalam satu kelompok lingkaran, saya ingat betul ketika itu ukuran jilbab kami masih tergolong imut-imut (hehe) namun akhirnya kami dipencar-pencar ke kelompok lain. Saya juga pernah satu bidang dengan lebah ketiga di PHBI FKM USU, dan satu departemen di Ukmi Ad-dakwah USU. Sedangkan dengan lebah pertama, saya pernah satu kelompok saat membuat tugas mata kuliah tentang sanitasi rumah sakit dan pernah satu bidang administrasi kesekretariatan di PHBI FKM USU.

Seringnya kami bertemu dan berkumpul inilah yang pada akhirnya menghadirkan keterikatan hati. Dan tentu saja banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi (macam mau buat skripsi la ni.. hehe). Di semester 6 lah kami mulai mengerti bahwa ukhuwah telah mempertautkan hati kami. Tanpa mempengaruhi satu sama lain, kami bertiga memilih peminatan yang sama. Kesehatan Lingkungan. Meski sebelumnya saya masih galau antara peminatan gizi dan kesling, lebah ketiga galau antara AKK dan Kesling, sementara lebah pertama lebih galau lagi. hehehe. Karena di tahun kedua lebah pertama pernah berencana pindah ke fakultas sebelah. Namun, rencana Allah lebih indah untuk kami. Kami disatukan dalam satu departemen Kesehatan Lingkungan. Tidak itu saja, banyak hal yang menyatukan kami. Menjadi Trio UM misalnya. (Oooh apalagi itu ya?).
Saya tidak tahu siapa yang pertama sekali menciptakan istilah ini, tiba-tiba saja saya dan kedua lebah lainnya diberi gelar Trio UM. Menurut isu yang beredar, istilah ini muncul karena dalam sebuah kepengurusan, kami diberi kepercayaan memegang amanah sebagai Ketua Umum, Sekretaris Umum dan Bedahara Umum. Yang kemudian muncullah istilah Trio UM ini di kalangan para pengurus. (Alhamdulillah gelarnya Trio UM, coba kalo trio-trio lainnya, hehehe). Pemberi istilah ini cukup cerdas, siapa ya dia? saya jadi penasaran. Harusnya kan dia diberi hadiah sepotong kue donat yang sering dijual anak Ukmi FKM... hehehe. Mungkin setelah dia membaca tulisan ini dia akan segera menghubungi saya. haha. Back to topic!

Masih banyak hal lain yang membuat kami terlihat sangat terkenal dan fenomenal di kalangan para junior dan senior bahkan seantero USU (narsis sedikit). Kami terlahir di bulan yang sama (dari orangtua yang berbeda tentunya, hehe), Bulan April dengan tanggal yang hampir berdekatan 15, 22, 24. Dan tentunya dengan tahun lahir yang sama. Upppss.. hampir lupa. Salah satu di antara kami ternyata lahir di tahun 91. Tapi, tak apa lah. Kita anggap saja lebah yang satu itu lahir di tahun yang sama biar kelihatan kompak sejagat raya seperti kata kak Dina. (hehe)

Dan... pastinya pembaca bertanya-tanya. Mengapa ada istilah lebah-lebah di sini? Baiklah mohon bersabar. Saya akan menceritakannya secara detail. :)

Memasuki jenjang mahasiswa tingkat akhir, saya dan para lebah lainnya memutuskan untuk ngontrak rumah. Alasannya cukup diplomatis. Bila kami bertiga tinggal di rumah yang sama maka kami bisa saling menyemangati dalam pembuatan tugas akhir alias Skripsi. Dan akhirnya kami mengontrak sebuah rumah di jalan Murni yang diberi nama Pondok An-Nahl  yang dihuni oleh 9 lebah termasuk kami. Nah, pasti sudah tau kan mengapa kami dijuluki 3 lebah? Belum tau juga? Aduh gawatlah.
Rumah yang sederhana ini kami beri nama Pondok An-nahl. Tentulah dengan pertimbangan yang matang. "Kenapa An-Nahl?" begitulah kira-kira pertanyaan saya ketika itu. "Karena di sini ada yang jualan madu" jawab si sekretaris pondok (ngasal bener jawabnya, sementang kak Ainun jual madu.. hehe)
 "Eh, bukan karena itu aja sih... itu sebenernya doa, semoga seluruh penghuni pondok ini menjadi lebah. Lebah itu kan binatang yang menghasilkan madu yang memberikan manfaat bagi manusia, nah semoga kita bisa menjadi lebah yang bermanfaat dan menebar kebaikan pada siapa saja..." Mari kita aminkan bersama-sama. Amiin. (yang mengaminkan semoga dapat jodoh yang sholeh dan sholehah. hehe).

Di pondok ini lah kami tidak hanya bertiga namun dengan lebah-lebah lainnya menjalin ukhuwah menebar dakwah (pinjam jargon UAD). Segala aktivitasnya penuh hikmah. Sholat berjama'ah, Taujih tiap pagi minggu, Tilawah One Day One Juz, Les Bahasa Arab 2 kali seminggu dan masih banyak kegiatan bermanfaat lainnya misalnya bisnis madu,  bisnis cocholate, bisnis es krim dan pancake juga pernah bisnis bakwan cinta dan cetar banana (hehe), ya tidak dipungkiri tetap saja ada kegilaan-kegilaan yang menghiasi hari-hari kami. Maklumlah kami masih sangat belia ketika itu. hehe.

Julukan 3 lebah ini, sebenarnya disematkan oleh seorang kakak yang cantik jelita yang bulan November lalu naik ke pelaminan siapa lagi kalau bukan kak Dina :). Julukan yang ditulis secara resmi di atas kue tart yang diberikan untuk kami di hari milad kami (ya seperti yang anda duga, kue tartnya dirangkap. haha). Terimakasih untuk kakanda Dina atas julukannya. (hadiahnya gak usah ya kak.. hihi)

Ya 3 lebah yang kelihatan kompak, fenomenal dan cukup menggemparkan ini menyimpan banyak kisah dalam pengembaraannya menuntut ilmu di kota Medan ini. Walau kelihatan kompak bukan berarti tak pernah diterpa masalah. (macam artis saja). Tentulah ada tawa, canda, gembira, bahagia yang mewarnai kehidupan, namun tak dipungkiri kesedihan, duka, tangis, curiga, prasangka juga turut menghiasi riak-riak kebersamaan kami.
Ada tangis yang hadir karena hati yang kecewa, ada aksi diam karena menyimpan sakit di dada namun tentu saja semua berakhir dengan kebahagiaan. Karena ada cinta di antara kami. Karena ada tauhid yang mempersaudarakan kami. Karena ada ukhuwah yang mempertautkan hati kami.
Tulisan kak Dina beberapa hari lalu di akun facebooknya membuat saya tertegun. Menuliskan bahwa kami adalah 3 lebah yang kompak sejagat raya. Bila mungkin orang di luar sana beranggapan seperti itu, maka patutlah bila hal ini disyukuri. Bahwasanya Allah telah mempertemukan kami, telah mempersaudarakan kami di bawah naungan CintaNya. Sungguh anugerah yang indah. Allah berikan kami sahabat-sahabat yang menuntun kami menuju kebaikan. Terlantunlah doa, semoga kami tetap menjadi sahabat hingga di syurgaNya kelak.
Satu hal yang harusnya 3 lebah sadari bahwa Allah yang mempertemukan kita dan Allah pula yang memisahkan kita. Meski kini kita berada di 3 tempat yang berbeda semoga selalu saling mendoakan, dan suatu saat nanti semoga Allah mempertemukan kita kembali.

Salam cinta untuk sahabatku yang tak tergantikan hadirnya di relung hatiku, lebah pertama, Winni RE dan lebah ketiga Sri Lestari Zhaw di manapun kalian berada saat ini, semoga Allah merahmati setiap langkah dan hembusan nafasmu.

Nias, 10 Mei 2014
Aku di sini merindukanmu
RaFiLa :)

NB : ini cerita versi lebah kedua, untuk lebah pertama dan ketiga mohon buat versi sendiri di blog masing-masing jangan nyemak di sini.. hahahaha 
Read More

Belahan Jiwa




Bersama lalu waktu dan padang kembara yang pilu

Kuselisih serakan pasir gurun dan debu untuk temukan dirimu
Kusibak semestaku yang gemuruh ombak dan lembab dedaunan untuk temukan sosokmu
Duduk di antara jarum jam yang berdetak menunggu-nunggu
Adakah kau di sana di belahan dunia yang entah melakukan ziarah yang sama untuk menemukan diriku
Lalu kita tak pernah bosan mencari di antara selipan cahaya doa-doa
Kita tak pernah lelah, patah dan tua
Lelarian di padang senja penantian
Senja yang kuyup dan rapuh
Di antara genuruh pinta-pinta, saat kumohon padaNya
Agar kau tampak dalam jelma yang tak hanya fatamorgana

Izzatul Jannah
Read More

Keluarga Muslim di 3 Bulan Tarbiyah (Rajab, Sya’ban & Ramadhan)





Ramadhan sudah dekat. Alhamdulillah. Musim semi orang-orang beriman itu dinanti karena kebaikan dan kenikmatannya. Tentu hanya orang beriman yang menantinya. Karena jika tidak beriman, Ramadhan hanya beban yang memberatkan dan menghilangkan kenikmatan.

Setiap keluarga mukmin ingin Ramadhannya bertenaga dan berkesan serta meningkat lebih baik. Hanya saja, sering kali kita baru merasakan bahwa Ramadhan kita dan keluarga kurang maksimal setelah berada di penghujungnya.

Salah satu penyebabnya adalah persiapan yang tidak baik. Perjalanan Ramadhan menempuh taman hijau yang menanjak. Indah bagi yang tidak mempedulikan bentuk jalannya. Bagi yang sibuk menilai jalan yang melelahkan itu, maka taman hijau di kanan kirinya hampir tak berarti. Keindahannya. Tak hanya sehari atau dua hari. Juga tidak sekali-kali. Tetapi satu bulan penuh.

Perjalanan seperti itu, bagaimana tidak disiapkan sebaik mungkin perbekalannya. Pasti. Perjalanan panjang itu memerlukan persiapan yang baik. Gagal pada persiapan, bisa menimbulkan masalah pada perjalanan.

Persiapan itu bukan sibuk mencari tiket jauh-jauh hari. Juga bukan sibuk menghitung budget sepanjang Ramadhan dan pulang kampung. Sehingga sibuk mencari tambahan untuk itu. Persiapan juga bukan memikirkan jenis menu sepanjang Ramadhan.

Kalau demikian, persiapan apa yang diperlukan?

Persiapan itu telah diajarkan Rasulullah pada dua bulan sebelumnya; Rajab dan Sya’ban. Sebagaimana dalam sabda beliau,

عن أسامة بن زيد قال قلت : يا رسول الله لم أرك تصوم شهرا من الشهور ما تصوم من شعبان قال ذلك شهر يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين فأحب أن يرفع عملي وأنا صائم

Dari Usamah bin Zaid berkata: aku bertanya: Ya Rasulullah aku belum pernah melihatmu berpuasa di bulan-bulan lain, seperti puasamu di bulan Sya’ban.

Rasul menjawab : itu ada bulan yang dilalaikan manusia, antara Rajab dan Ramadhan. Ia adalah bulan diangkatnya amal padanya kepada Robbul ‘alamin. Maka aku ingin amalku diangkat dalam keadaan berpuasa. (HR. Nasa’i, dihasankan oleh Al Albani)

Di dalam hadits ini, Rasulullah mengingatkan kita tentang bulan yang dilupakan yaitu Sya’ban yang ada di antara Rajab dan Ramadhan. Itu artinya, Rajab dan Ramadhan merupakan bulan yang sangat diperhatikan oleh masyarakat Nabi Arab saat itu. Maka mari kita lihat apa yang ada di bulan Rajab, Sya’ban kemudian Ramadhan.

Rajab

Setelah dikaji oleh para ulama, seluruh riwayat hadits tentang keutamaan bulan Rajab, maka inilah dua kesimpulan dua ulama besar di bidang hadits,

Ibnu Qoyyim, “Setiap hadits tentang puasa Rajab dan shalat pada sebagian malamnya adalah dusta.” (Al-Manarul Munif hal 96)

Ibnu Hajar, “Tidak ada dalil yang shahih tentang keutamaan Bulan Rajab baik keutamaan untuk puasa atau qiyam.” (Tabyinul ‘Ajab hal 11)

Dengan demikian, tidak amal khusus di bulan Rajab. Sama sekali. Karena beribadah harus berlandaskan dalil yang shahih. Jika tidak, maka kita termasuk orang-orang yang beramal dengan tanpa ilmu. Sebagaimana yang disifati dalam Al Fatihah dengan kata (الضالين/sesat).


Tetapi Bulan Rajab mempunyai keistimewaan seperti yang disampaikan oleh Al Quran. Allah berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. (Qs. at-Taubah: 36)

Dari Abu Bakrah radhiallahu anhu bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam saat khutbah Haji Wada’ bersabda, “Sesungguhnya waktu berputar sebagaimana hari penciptaan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan di antaranya ada empat bulan haram, tiga bulan berturut-turut: Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab mudhar yang ada di antara bulan Jumadi dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1741 dan Muslim no 1679)

Secara bahasa Rajab berarti keagungan, hal ini karena orang-orang Arab dahulu mengagungkan bulan ini sebagaimana syariat juga menjadikannya sebagai bulan haram (mulia). (Ibnu Faris dalam mu’jam maqayis lughah hal. 445)

Kini kita berada di Bulan Rajab. Salah satu bulan haram (mulia). Apa yang harus kita lakukan pada bulan seperti ini?

Ada dua hal yang harus diperhatikan :

1. Jangan berbuat dosa padanya, karena akan dilipat gandakan


Allah berfirman:

فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ


“maka janganlah kamu menganiaya diri.” (Qs. At Taubah: 36)

2. Jangan menumpahkan darah padanya

Allah berfirman:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ

“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar.” (Qs. Al Baqarah: 217)

Poin pertama adalah melakukan kesalahan dan dosa pada diri kita sendiri. Sedangkan poin kedua adalah melakukan kesalahan dan dosa pada orang lain. Keduanya, harus sangat dihindari di bulan mulia ini.

Berarti semangat Rajab adalah: menjaga diri dari dosa.

Sya’ban

Bulan ini disebut Nabi sebagai:
Bulan yang dilalaikan manusia, antara Rajab dan Ramadhan. Bulan diangkatnya amal padanya kepada Robbul ‘alamin

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan tentang amal di waktu lalainya manusia,

“Ibadah di waktu-waktu lalai mempunyai keutamaan di bandingkan waktu yang lain.”

Jadi, Bulan Sya’ban ini mempunyai dua keistimewaan: bulan dilalaikan dan bulan diangkatnya amal. ada kedua hal tersebut, beramal mempunyai nilai baik. Nabi juga menyampaikan bahwa beliau ingin dicatat seorang yang berpuasa saat pengangkatan amal.

Adapun tindakan Rasulullah dan shahabat di bulan ini adalah:

1. Banyak puasa

Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu anha berkata,

وَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِي شَعْبَانَ

“Dan aku tidak melihat Rasulullah shallallahu al

aihi wasallam menyempurnakan puasa satu bulan kecuali Ramadhan. Dan aku tidak melihat beliau puasa paling banyak dalam satu bulan kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Begitu banyaknya hari-hari di Sya’ban yang dipuasai Nabi dengan puasa-puasa sunnah, hingga dalam riwayat lain Aisyah mengatakan bahwa Nabi puasa satu bulan penuh. Yang dimaksud oleh Aisyah adalah puasa hampir satu bulan penuh.


2. Jika tidak, jangan lewatkan puasa pertengahan Sya’ban (Al Ayyam Al Bidh)

عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ أَوْ لِآخَرَ أَصُمْتَ مِنْ سُرَرِ شَعْبَانَ قَالَ لَا قَالَ فَإِذَا أَفْطَرْتَ فَصُمْ يَوْمَيْنِ

Dari Imron bin Hushain radhiallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata kepadanya atau kepada yang lainnya: Apakah kamu puasa Surar Sya’ban?

Dia menjawab: Tidak

Nabi bersabda: Jika kamu berbuka, maka puasalah dua hari. (HR. Bukhari dan Muslim)

Kata Surar/Sarar Sya’ban, para ulama berbeda pendapat apakah awal, pertengahan atau akhir bulan tersebut. An Nawawi menjelaskan hal ini dalamAl Minhaj.

Pendapat yang kuat adalah : pertengahan dan akhir bulan.
Jika maksudnya adalah pertengahan, maka yang dimaksud adalah puasa al ayyam al bidh. Dan jika yang dimaksud adalah akhir bulan, maka yang dimaksud adalah bagi mereka yang biasa berpuasa sunnah, diizinkan untuk puasa di akhir Sya’ban.

Sya’ban adalah bulan Nabi menganjurkan untuk kita isi dengan banyak berpuasa. Jika tidak mampu berpuasa banyak, maka puasalah pada pertengahannya (13, 14, 15) Sya’ban.

3. Bersihkan kemusyrikan & saling memaafkan

عن أبي موسى الأشعري عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إن الله ليطلع في ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن

Dari Abu Musa, dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah memeriksa (hamba) di malam pertengahan Sya’ban. Dia mengampuni seluruh makhluknya kecuali orang yang musyrik atau bertikai.” (HR. Ibnu Majah, dihasankan oleh Al Albani)

Ini satu-satunya hadits yang bisa dijadikan landasan untuk keutamaan malam nisfu Sya’ban.

Allah menurunkan ampunan bagi seluruh orang hamba beriman. Tidak ada amal tertentu yang diperintahkan untuk dilakukan pada malam tersebut. Ini adalah ampunan yang diturunkan Allah begitu saja, sebagai bukti Maha Pengampunnya Allah.

Hanya saja, kita harus membersihkan dari dua hal: Kemusyrikan dan Pertengkaran. Jika salah satunya atau keduanya masih ada dalam diri kita, maka ampunan itu akan terlewatkan.

Jadi, budaya meminta maaf menjelang Ramadhan, lebih bagus jika dilaksanakan sebelum ertengahan Sya’ban.

4. Batas akhir membayar hutang Ramadhan yang lalu
Bagi yang mempunyai hutang di Ramadhan sebelumnya, diberi keluangan waktu untuk membayarnya hingga bulan Sya’ban tahun berikutnya. Hal ini dilakukan oleh Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu anha,

عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا تَقُولُ كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلَّا فِي شَعْبَانَ الشُّغْلُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ


Aisyah radhiallahu anha berkata,
“Saya mempunyai hutang puasa Ramadhan. Saya tidak mampu menggantinya kecuali pada Bulan Sya’ban dikarenakan kesibukanku (melayani) Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka, semboyan orang beriman di Bulan Sya’ban : Berlatih dan Memperbanyak amal.

Jika dua bulan ; Rajab dan Sya’ban kita siapkan sebaik mungkin, maka Ramadhan akan menjadi sangat istimewa. Karena Ramadhan adalah gabungan antara meninggalkan dosa dan hal-hal yang membatalkan Ramadhan dan melakukan amal sebanyak-banyaknya.
Rajab mengajarkan separo yang pertama, sementara Sya’ban mengajarkan separo yang kedua.


Kesimpulan : Apa yang harus dilakukan bagi kita dan keluarga kita untuk menyiapkan diri menghadapi Ramadhan?

Persiapkan ilmu

Rajab: Bulan menahan diri dari dosa
Sya’ban: Bulan melatih diri untuk beramal sebanyak mungkin
Banyak berpuasa di Bulan Sya’ban
Jika tidak mampu berpuasa banyak di Sya’ban, maka puasalah pada al ayyam al bidh (13, 14, 15) Bulan Sya’ban
Sebelum pertengahan Sya’ban pastikan kemusyrikan telah bersih
Sebelum pertengahan Sya’ban pastikan telah terlerai pertengkaran
Segera bayar hutang Ramadhan

Ya Alloh bimbing kami…

sumber : parenting nabawiyah
Read More