Setumpuk harap





Bismillah
Assalamu'alaykum...

Apa kabar, dunia?
Saya yakin pasti sedang sibuk. Sibuk dengan rutinitas masing-masing. 
Apalagi dengan kesibukan kampanye (?). Oh ya, ngomong-ngomong soal kampanye. Beberapa hari yang lalu, saya mencoba berkeliaran di dunia Fb. Ternyata di dunia maya banyak juga orang-orang yang berseliweran. Sangat sibuk dengan hot news terbaru. Setelah saya selidiki, ternyata para facebooker sedang sibuk kampanye Capres-cawapres. Berbagai foto, video, artikel memenuhi dinding jejaring sosial ini. Tak masalah sih bagi saya. Itu hal yang sah-sah saja. Saya dulu (sampai sekarang) juga sering menggunakan jejaring sosial untuk berbagai keperluan promosi, mulai dari promosi kegiatan dakwah, bisnis sampai promosi blog ini. (hehe) dan efeknya lumayan bagus, karena zaman sekarang ini orang lebih banyak ditemui di dunia maya daripada dunia nyata. Buktinya, ketika orang-orang sedang tertidur lelap, masih ada  yang bergentayangan di dunia maya. Kalau gak percaya coba buktikan sendiri (OL jam 2 pagi :P). Ehh, sudah sampai di mana ini? -_-

Oh ya tentang kampanye tadi. Menurut saya, sah-sah saja orang-orang kampanye lewat dunia maya, selain lebih hemat biaya, kampanye lewat dunia maya itu salah satu solusi mengurangi jumlah sampah di muka bumi ini. (Maklum anak kesehatan lingkungan). Saya hanya berharap segala aktivitas yang kita lakukan di atas bumi ini, tidak menjadikan kita semena-mena pada bumi. Karena kalau bumi ini sudah dipenuhi oleh sampah, maka kita mau tinggal di mana?? (pikirsendiri).
Apakah anda sadar kalau saya sedang kampanye tentang sampah? (hayoo,, kena kamu :P)

Sebenarnya, hari ini saya mau bercerita tentang kegundahan hati saya. (Bukan curcol tapi KEGUNDAHAN HATI). Saya yakin, setelah membaca tulisan ini, anda akan mengalami kegundahan seperti saya (tulisan apa ini??? teruslah membaca maka anda akan tahu jawabannya ^_^)

Konon kabarnya, ada 2 pasang makhluk Tuhan yang berniat memimpin negeri ini. Anda pasti sudah tahu siapa yang saya maksud. Belum tahu juga??? Duh, dipertanyakan kecintaannya pada bangsa ini -_-

Lantas, mengapa saya menjadi gundah akan hal ini?
Karena saya adalah masyarakat Indonesia yang menginginkan kebaikan untuk negeri ini.
Saya yakin di luar sana banyak masayarakat yang merindukan pemimpin yang baik untuk membawa negeri ini ke arah yang lebih baik (ingat LEBIH BAIK).

Seperti anda, saya merindukan sosok pemimpin yang mencintai negeri ini dengan hatinya. Pemimpin yang mencintai rakyatnya. Dia tidak akan bisa tertidur pulas ketika mengingat masih ada rakyatnya yang tidur dengan perut kosong. Dia tidak akan memperkaya dirinya sendiri sementara masih ada rakyatnya yang sengsara. Saya jadi rindu Rasulullah :'(

Suatu ketika, seusai sholat Umar datang menghampiri Rasulullah. 

Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah engkau menanggung penderitaan yang amat berat. Sakitkah engkau, ya, Rasul?”
Engkau tersenyum sembari menggeleng, “Tidak, wahai Umar. Alhamdulillah, aku sehat.”

“Mengapa setiap kali engkau menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi di tubuhmu bergesekan?” Ekspresi Umar memperlihatkan rasa prihatin, penuh kasih sayang, dan rasa khawatir. “Kami yakin engkau sedang sakit.”

Engkau tersenyum lagi. Tidakkah wajahmu memang terlihat sedikit pucat hari ini? Toh, senyummu seperti menjadi pelipur lara terbaik bagi sesuatu yang tidak engkau katakan, meski kepada Umar, sesuatu yang tidak engkau katakan tidak mampu membuatnya tidak kentara.

Karena merasa jawaban “tidak” atau “aku baik-baik saja” sudah tak mencukupi lagi, engkau lantas berdiri, mengangkat jubahmu, hingga bagian perutmu terlihat nyata. Seketika Umar dan setiap orang yang ada di mesjid itu terpana. Tampak begitu kempis perutmu. Perut itu dililit oleh kain yang membuntal, berisi kerikil-kerikil. Engkau mengganjal laparmu dengan kerikil-kerikil itu. Kerikil-kerikil yang menimbulkan suara berisik ketika engkau mengimami shalat. Kerikil-kerikil yang memancing keingintahuan Umar dan menyangka dirimu sedang dalam kondisi sakit yang serius.

“Ya, Rasul,” suara Umar bergetar oleh rasa iba dan penyesalan, “apakah jika engkau mengatakan sedang lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan menyediakannya untuk engkau?”
Engkau menutup lagi perutmu dengan helai jubahmu yang menjuntai. Engkau menatap Umar dengan pancaran cinta yang utuh, “Tidak, Umar. Aku tahu, apapun akan kalian korbankan demi aku. Akan tetapi, apa yang harus kukatakan di hadapan Allah nanti jika sebagai pemimpin aku menjadi beban bagi umatku?”

Engkau mengedarkan pandanganmu ke sahabat-sahabatmu yang lain, “Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah dari Allah untukku agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia, terlebih di akhirat.”

Siapapun yang mendengar kalimatmu seketika terdiam. Ada yang berdenyar merambat ke bola mata mereka. Beberapa terisak oleh haru. Umar sadar bahwa dia tak kan sanggup melangkah lebih jauh, memaksa engkau untuk mengikuti kehendaknya. Dia pun hanya terdiam membiarkan detik-detik berjalan satu per satu. :(

Betapa sedih sepenggal kisah ini. Membuat hati ini berbisik "Ya Rasul kami rindu hadirmu" 
Tidakkah anda merindukan pemimpin seperti ini?? saya yakin "YA"

Izinkan hati terus merindu, terus berharap, terus berdoa...
untuk Indonesia Raya yang kita cintai ini :)

"Ya Rabb, berikan kami pemimpin yang mencintaiMu, mencintai rakyatnya dan Engkaupun cinta kepadanya"






No comments on "Setumpuk harap"

Leave a Reply

Terimakasih telah membaca, semoga bermanfaat dan menginspirasi. Silahkan tinggalkan jejak anda di sini :D