Karena Aku Malu...



Suatu senja di sebuah taman, aku duduk dengan seorang teman masa kecil yang sudah lama tidak berjumpa. Kami berpisah karena dia dan keluarganya pindah ke kota lain.
Aku menatapnya sembari menahan sejuta tanya. Lalu waktu seakan telah mengubahnya menjadi sosok yang lain. Aku mencoba mencari sisa-sisa masa kecil yang tertinggal dalam dirinya. Yah, rambut hitamnya yang ikal masih seperti dulu, tapi dulu rambut itu terbalut oleh jilbab yang menutupi. Baris-baris tanya semakin memenuhi hatiku ditambah lagi kehadiran seorang pria di sampingnya? Siapa dia? Kupikir pertemuan yang direncanakan sejak lama ini hanya dihadiri olehku dan dirinya, lalu itu siapa?

"Di taman ini selalu rame ya, Ai?" kau menatapku dengan senyum khas milikmu.
"Iya... tempat yang paling nyaman untuk menikmati senja." Aku sengaja memilih tempat paling nyaman agar kita bisa dengan leluasa bernostalgia mengenang kisah kita dahulu.

"Oh ya kenalin, Ai.. Ini pacarku..." Sambil menarik tangan pria yang sedari tadi setia mengikuti gerakmu ke manapun.
Pria bertubuh tegap itu menyodorkan tangannya, hendak bersalaman. Aku buru-buru mengatupkan tanganku. Pria itu tersenyum sambil menarik tangannya kembali. "Maaf, mbak... Saya gak tau kalo mbak gak salaman sama lawan jenis."

Aku hanya mengangguk.

"Kamu banyak berubah ya, Ai..." katamu lagi.

"Semakin berlalunya waktu, pasti ada perubahan, Sa..." jawabku tersenyum. Aku merasa kurang nyaman dengan kehadiran pria itu di antara kami. Bisakah dia menjauh sebentar?

"Elsa juga banyak berubah..." Aku berharap dia mengerti maksudku berkata "banyak berubah."

"Oh.. tadi buru-buru ke sini, Ai.. jadi gak sempat pakai jilbab. Tapi, kalo ke kampus pake kok, Ai..."

Aku hanya menarik nafas panjang. Apa yang membuatmu berubah?

"Ai makin cantik, tambah sholeha lagi, jilbabnya lebih lebar dari yang dulu" katamu sambil merapikan jilbabku yang terhembus angin..
"Siapa pacarnya sekarang?" 

Lagi-lagi, pertanyaan ini muncul, seolah ketika reuni, ini adalah pertanyaan yang wajib ditanyakan. Seperti beberapa hari yang lalu, teman lain juga menanyakan hal ini. Apa ini sesuatu yang penting untuk diketahui?

"Ai gak mau pacaran lagi, Sa..." jawabku.

"Kenapa?"

"Karena... Ai malu, Sa... malu."
Aku melihat pria itu perlahan beranjak pergi meninggalkan kami. Mungkin dia menyadari kami butuh waktu untuk berdua.

"Kenapa malu, Ai? Dulu, waktu kita SMA Ai pacaran sama kakak itu sembunyi-sembunyi karena takut ketahuan mama sama papa Ai. Nah, sekarang kan udah jauh  dari orangtua..."

Aku tersenyum. Mencoba mencari kata yang tepat agar penjelasanku tidak menyinggung hatinya tapi lebih terdengar seperti menasehati diri sendiri.

"Ai malu sama Allah, Sa... Malu karena telah menduakan cinta ini yang seharusnya hanya untuk Allah."

"Maksud, Ai? Sa gak ngerti..."

Oooh, Elsaku sayang... Mengapa dirimu benar-benar berubah? Bukankah dulu, dirimu yang selalu mengingatkan dan menasehatiku kalau pacaran itu adalah hal yang penuh dosa?

"Dulu, ketika Ai pacaran, yang selalu diingat, dirindukan dan memenuhi hati dan pikiran Ai pasti dia. Selalu dia. Dia yang bukan siapa-siapa sebenarnya. Dia yang tidak punya andil dalam hidup Ai. Sementara Allah yang memberi kehidupan, yang memberi nafas, yang memberi kasih sayang, Ai lupakan begitu saja. Hanya sedikit waktu yang ada untuk mengingat Allah, bahkan mungkin tak ada. Ai merasa sedang mendurhakai Allah. Ai telah mengganti posisi Allah di hati ini dengan seorang pria yang tak sebanding dengan Allah yang tiada bandingannya."

Aku menghela nafas.

"Mungkin benar, sekarang Ai jauh dari orangtua, jauh dari pengawasan mereka. Mereka juga gak bakalan tau apa yang Ai lakukan di sini... Tapi, Allah Maha Tahu, Sa. Ai malu sama Allah bila seandainya menggandeng tangan seorang pria yang bukan mahram, duduk berdekatan tanpa jarak, dan...dan..dan... melakukan hal-hal yang dilarang sama Allah..."

Aku sengaja tak melihat reaksimu setelah mendengarkan kata-kataku, karena memang yang terucap barusan adalah nasihat untukku.

Aku terdiam. Begitupun dirimu. Terhanyut dengan pikiran masing-masing.

"Elsa..."

"Ya?"

"Ai berharap kita masih bisa bersahabat seperti dulu. Ai rindu mendengar nasihat-nasihat Elsa."

Kali ini dirimu yang menghela nafas panjang.

"Sepertinya Elsa yang butuh nasihat darimu, Ai..."

"In sya Allah kita akan selalu menasihati dalam kebaikan, Sa."

Pria itu kini datang mendekat ke arah kami. Ia memberi isyarat untuk segera pulang.

"Kapan-kapan kita ketemuan lagi ya Ai..."

"In sya Allah, Sa."

"Lain kali kalau ketemu, Elsa pake jilbab deh..." jawabmu tersenyum.

"Iya, Sa. Elsa lebih cantik kalau pakai jilbab." Aku membalas senyumnya.

Semoga pertemuan ini memberikan kebaikan untuk kita, Sa. Walau waktu terus berlalu, kita harus selalu melaju bersama kebaikan. Semoga Allah selalu mencintaimu, Sa.



No comments on "Karena Aku Malu..."

Leave a Reply

Terimakasih telah membaca, semoga bermanfaat dan menginspirasi. Silahkan tinggalkan jejak anda di sini :D